Menapakkan Kaki Serta Memenuhi Gallery di Lembang Farm House dan Dusun Bambu

by - November 11, 2019

Bandung, 18 Agustus 2019

Pagi itu, tepat sekali ketika saya selesai sholat subuh ada pesan masuk di whatsapp ternyata bapak penyewa motor sudah sampai di depan bobobox. Sehari sebelumnya saya memang janjian dengan beliau jam 5 pagi untuk meminjam motor. Senang sekali karena beliau on time banget. Ternyata pemilik motor itu sudah cukup sepuh, pagi itu beliau mengantar motornya dengan sang istri, super ramah banget karena kami sempat mengobrol sebentar. Usai menyerahkan kunci dan STNK dan membayar ongkos sewa, bapak dan ibu pamit dengan tak lupa menitip pesan pada saya untuk berhati hati.


Rencana hari ini saya dan Mbak May akan ke daerah Lembang. Tujuan pertama adalah ke Farm House. Setelah saya dan Mbak May siap siap, Mas Ryan yang awalnya sempat bimbang (lagi dan lagi) mau ikut jalan apa enggak karena masih dengan permasalahan yang sama dengan perutnya akhirnya dia datang ke Bobobox untuk ikutan ke Lembang dengan kondisi yang masih perlu diwaspadai. Tentu ketika ke Bobobox, Mas Ryan juga penasaran dengan tenpatnya, lalu selagi dia melihat lihat di dalam pod dan ruangan lainnya saya dan Mbak May sarapan roti yang dibawa Mas Ryan dari penggemarnya ceunah wkwkwk.

Setelah siap, sekitar pukul setengah 8 kami bertiga berangkat menuju Farm House. Sempat mampir untuk isi bensin dan tambah angin. Menurut saya, perjalanan Lembang berasa hamper sama dengan ke Bandungannya Kabupaten Semarang, jalannya sedikir menanjak dan udaranya sejuk. Ternyata Farm House cukup dekat dengan Bobobox dan pagi itu perjalanan lancar sekali. Setengah jam kemudian kami sudah sampai di Farm House. Menurut informasi di google, Farm House buka jam 9 dan benar saja ketika kami sampai disana, gerbang belum dibuka tetapi yang antri di belakang kami semakin banyak. Sambil menunggu buka, kami sempat berbincang dengan orang asli Pati yang tinggal di Jakarta, akhirnya tak lama kemudian gerbang dibuka yay, beneran jadi pendatang tergasique.  

Harga tiket masuk Farm House Rp 25.000, lalu tiket tersebut bisa ditukarkan dengan segelas susu sapi segar dengan berbagai pilihan rasa serta opsional mau dingin atau biasa aja. Menikmati suasana pagi di Farm House dengan segelas susu nikmat sekali ulala, namun dibalik kenikmatan ini ternyata ada fakta mengejutkan mengenai susu yang nanti akan ketahuan di part akhir post ini #haha. Semakin siang semakin banyak pengunjung yang berdatangan, jadi memang datang sebelum gerbang dibuka adalah cara yang tepat untuk kemudian bisa foto di spot spot ciamik dengan leluasa.


Yang demen berburu foto, segala spot di farm house berasa sangat instagramable. Di Farm House ini terbagi menjadi beberapa bagian dengan tema setiap bagiannya berbeda beda. Ada Factory outlet dan took oleh oleh yang menyerupai miniatur kota yang kental dengan aksen Eropa, kemudian ada  taman dengan gembok cinta, petting zoo, dan secret garden (tetapi untuk masuk kesini harus bayar lagi). Sudah jelas favorit saya adalah factory outket dan pusat oleh oleh yang bisa icip2, lumayan ganjel perut kan ya, padahal ga beli sama sekali wkwk.


Tentu di tengah tengah perjalanan kami yang enjoy ini, permasalahan Mas Ryan dengan perutnya  entah memang karena kontraksi yang tak tertahankan atau terlanjur nyaman dengan toiletnya? Entahlah yang jelas toilet di sini bersih bangett dan tetap photoable dong. Bahkan toilet nya dibedakan menjadi 3, toilet pada umunya, kemudian ada juga toilet untuk lansia dan balita dan semuanya terawatt dengan baik, aih ini kenapa jadi berasa review toilet sih. Eitss tapi walau bagaimanapun toilet terkadang menjadi tolok ukur nyaman enggaknya tempat itu. Ketika tenpat nyaman tapi toilet kotor tentu jadi berkurang kan ya tingkat kenyamanannya yakannn.




Setelah icip sana sini, menyusuri semua sudut tempat ini, dan usai Mbak May beli jaket pink cakep buat Makaila tibalah saatnya kami pindah ke destinasi selanjutnya. Sekitar pukul 11.00 kami melanjutkan perjalanan menuju Dusun Bambu. Dibanding perjalanan dari Bobobox ke Farm House, perjalanan dari Farm House ke Dusun Bambu cukup jauh dan macet, karena waktu itu bebarengan dengan karnaval 17 belasan ditambah pula hari Minggu. Tapi sedikit tertolong karena kami menggunakan motor jadi bisalah selip selip apa lagi disetiri sama Mbak May yang lincah ulalaa.


Dari Fam House ke Dusun Bambu sekitar 1 jam dengan bermacet ria. Sampai disana ternyata kami harus naik ontang anting, yaitu mobil pengangkut dari pintu masuk menuju Dusun Bambu. Harga tiketnya Rp 25.000 dan tiket ini nantinya bisa ditukar dengan bibit tanaman lohh, jadi jangan sampai hilang ya.

Kami sampai di lokasi utama tepat waktu dhuhur. Sebelum berkeliling kami sholat kemudia menuju pusat foodcourt, oh iya namanya Pasar Khatulistiwa. Yang spesial dari Pasar Khatulistiwa ini selain jenis makanan yang super beragam adalah system pembayarannya. Dimana untuk bisa membeli makan dan minuman kami harus menggunakan kartu pembayaran. Kartu ini bisa didapat di beberapa titik sekitar foofcourt ini.eits tenang, untuk emndapatkan kartu ini tidak harus membuat dulu kok, jadi cukup datang ke booth dan top up. 

Nah intinya kartu pembayaran itu dipinjamkan, tetapi ketika top up kita akan dibebankan semacam uang jaminan, jadi ketika kartu lupa tidak dikembalikan maka akan menjadi milik kita, tetapi jika kartu telah dikembalikan maka uang jaminan tersebut dikembalikan. Dan enak nya lagi, sisa saldo di kartu bisa di refund lohh. Tapi walau begitu sebaiknya jangan top up terlalu banyak karena ada batas minimal penarikan.


Setelah memesan makanan tentu dengan proses yang tak cepat haha karena saking banyaknya jadi berasa ingin icip semuaaa, kami memilih tempat duduk untuk menikmatinya. sambil menikmati makanan, sambil lihat kereta Thomas yang ternyata jalurnya Cuma seputeran taman, jadi kebayang gimana bosennya si masinis yang kerjanya muterin taman berkali kali, eh tapi jangan salah biar begitu tetapi bisa bikin anak anak alias penumpangnya happy ehe.

Usai makan siang, kami mulai menyusuri setiap sudut Dusun Bambu, ternyata disini juga ada bagian yang berbayar lagi, tentu kami skip dan lanjut ke danau yang super iconic itu. Kayaknya belum sah ke Dusun Bambu kalo belum mlipir ke danau ini. Nah selain menikmati makanan di Pasar Khatulistiwa, di sekitar danau ini terdapat semacam gazebo gazebo yang merupakan tempat makan vvip, cocok banget untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.


Setelah sholat asar dan puas berfoto ria, kami kembali naik ontang anting menuju parkiran, dan tak lupa menukarkan tiket masuk tadi dengan bibit tanaman hias. Jalan menuju arah pulang tidak sepadat ketika kami berangkat.

Nah, ketika menuju arah pulang, kami mampir apotek untuk membeli obat Mas Ryan karena ternyata sakitnya belum juga usai. Karena dari hari sebelumnya dia sudah cukup banyak minum obat yang ternyata belum juga manjur, akhirnya kubilang sebelum beli obat sebaiknya ceritakan dulu apa yang dirasain, intinya cerita lah ya sama mbak mbak apoteker biar jelas aja dang a kebanyakan obat ga jelas haha, ini yang saya lakukan juga ketika badan mulai oleng biasanya langsung cerita dan minta saran ke mbak endah yang notabene  apoteker yang selalu bisa kuandalkan.

Masuklah Mbak May dan Mas Ryan ke apotek, eh ternyata kok lama sekali. Begitu keluar , Mbak May macam menahan tawa dan mas Ryan macem makin pucet aja. Ketika kutanya kenapa ternyata harusnya Mas Ryan menghindari makanan yang lembek macam bubur dan susu, lalu saya baru ingat ketika awal awal dia sakit kita malah kasih dia makan bubur dan ndilalah tadi pagi juga happy aja dia minum susu. Padahal justru ini pemicunya yang bikin makin menjadi jadi. Yang bikin makin pucet adalah dia disaranin apoteker buat beli semacam obat herbal yang lumayan gede tentu harganya bikin saya geleng kepala Antara geli dan kesian wkwk.

Rencana semula kami akan mampir Orchid Forest tapi dengan pertimbangan jalan yang berlawanan dengan arah pulang, akhirnya kami sempat mlipir ke Bosscha, pasti tau dong lokasi dimana petualangan sherina beraksi. Akan tetapi lagi lagi pas udah sampe ternyata tutup karena masih dalam rangka libur hari besar, jadilah setelah balik arah dan muter muter sekitar kota bandung yang niatnya mau ke Dago dengan mengandalkan Mas Ryan karena maps tetiba trouble eh ternyata sama aja dia gatau jalan. 

Balik lah ujung ujungnya ke Bobobox, dank arena sudah lelah akhirnya kami pesan makan dan makan malam di lobi bobobox sambil nonton drakor Age of Youth. Tentu dengan sedikit drama diantara kita yang bikin saya belajar cara baru tentang menghadapi kesalahpahaman, lucu juga kalo diinget inget bagian ini. Karena kadang niat baik tak cukup baik diterima kalo komunikasinya ga clear haha. Lah panjang juga ini postingan, udahan deh semoga cerita selanjutnya ga berjarak jauh deh hihi.

with love,
Lina Listya

You May Also Like

0 komentar