Jumat, 18
Agustus 2017
Saya dan Dilla tiba di stasiun Malang sekitar pukul 2 pagi, dari
pembicaraan kami dengan para driver go car ketika di Surabaya, kami disarankan
untuk tidak memesan transportasi online di dekat stasiun atau kawasan ramai
lainnya di Malang karena menurut pengalaman mereka akan berdampak kurang
mengenakkan. Kami disarankan jika tetap ingin memakai layanan transportasi
online maka lebih baik kami berjalan dulu hingga agak jauh dari stasiun.
***
Sekitar 30 menit sebelum kereta kami sampai di
Stasiun Malang.
terdengar suara perempuan dari speaker kereta
bahwa "Sesaat lagi kereta Api akan tiba di Stasiun Lawang, periksa
barang bawan anda bla bla bla bla"
"Dil, gantian aku di deket jendela yak,"
karena waktu itu Dilla yang duduk di dekat jendela, dan saya
pingin banget merem sebentar sebelum sampai Malang, jadilah saya meminta
bergantian posisi dengan Dilla. Dilla pindah, saya mulai merem tipis-tipis.
sesaat kemudian Dilla melongok ke bagasi barang-barang, masih wajar dalam hati
mungkin Dia mau ambil sesuatu. beberapa detik kemudian, dia menurunkan barang
bawaan dan membangunkan saya.
"Ayok Lin siap-siap,"
masih dengan backsound suara embak embak yang bertalu talu.
Saya yang masih pingin merem cuma riyip riyip sambil ngeliatin Dilla yang mulai
riweh.
"Lho Dil, Malang nya masih jauh kok",
"Lha itu mbak nya bilang mau sampe kok Lin" ,
saya dan Dilla berpandangan, Dilla berpandangan dengan Bapak
penumpang di depan kami, Saya berpandangan dengan Bapak penumpang di
depan kami, kami bertiga saling berpandangan.
"Ini masih Stasiun Lawang Dil,"
"Malang Lin"
saya melihat Bapak di depan, Dilla melihat Bapak di depan, Bapak
akhirnya berkata
"L A W A N G mbak, Malang masih sekitar setengah jam
lagi"
blaar kemudian dilla tidur lagi. wkwk ga deng kemudian Dilla geli
sendiri. oke harap maklum mungkin saya membangunkan dia tidak disaat yang tepat
jadi masih setengah sadar gitu lagian LAWANG sama MALANG sekilas sama jika
didengarkan sambil ngantuk bhahaak
**
Karena kereta kami tengah malam dan tiba di Malang masih sangat
pagi maka kami memutuskan untuk istirahat sebentar di peron sambil menunggu
subuh untuk kemudian menuju Masjid Agung Jami’ Malang. Sebelumnya kami sudah
mencoba cek jarak antara stasiun Malang dan Masjid Jami’ dengan google maps
yang menunjukkan jarak yang menurut kami cukup ramah untuk ditempuh dengan
berjalan kaki, sekitar 10-15 menit saja, jadilah kami berjalan kaki.
Berbekal google maps kami berjalan mejauh dari stasiun menuju alun-alun tugu
yang waktu itu masih ramai dengan warna warni lampunya. Jalanan masih sepi
hanya ada satu dua orang petugas kebersihan. Kami melewati balai Kota Malang
yang juga sangat semarak dengan lampu warna warni nya. Kami sempat beberapa
kali berhenti untuk mengambil foto namun karena waktu sudah hampir menunjukkan
waktu Subuh jadilah kami mempercerpat jalan kami. Ternyata jarak sesungguhnya
lebih jauh dari yang kami pikirkan, namun karena hari masih pagi jadi
lumayanlah tidak terasa capeknya.
Suara adzan Subuh semakin lama semakin terdengar jelas, kami telah
sampai di pelataran masjid Jami’. Gerah menjadi lebur seketika ketika terbasuh
air wudhu, Subhanallah hehe. Usai sholat kami sejenak ikut mendengarkan kajian
seusai subuh sambil meregangkan kaki yang sedikit mulai kaku.
Hari semakin terang, perut kami mulai menunjukkan tanda tanda
butuh asupan. Semula saya mengira akan banyak penjual makanan di sekitar
masjid, ternyata pagi itu tak terlihat sama sekali. Mungkin memang kepagian.
Sempat bertanya pula dengan bapak-bapak jamaah masjid tempat yang banyak
penjual makanan dan setelah kami cari ternyata tutup atau mungkin belum buka.
Jadilah kami menikmati perut kosong di alun alun ditemani ratusan burung dara
yang cukup membuat Dilla riang gembira.
Tak lama kemudian serang ibu pedagang gorengan mendekati kami,
menawarkan beberapa gorengan yang tersisa. Tanpa pikir panjang langsung
dibelilah dagangan si ibu untuk pengganjal perut. Bebreapa saat kemudian ada
penjual soto di pinngir alun-alun, segeralah kami memesan. Sambil menikmati
sarapan yang sebenarnya kurang cocok denan lidah kami ini kami berbincang
dengan rombongan mbak-mbak (lupa mereka dari mana huhu) yang juga akan ke Bromo
malam nanti, namun start point mereka dari Batu sehingga mereka harus
melanjutkan perjalanan ke Batu. Berbeda dengan rombongan tadi, saya dan Dilla
akan ke Bromo dengan start point Malang. Jadilah sebenarnya kami ke Malang
hanya untuk transit sebelum ke Bromo.
Usai sarapan kami melanjutkan perjalanan ke tempat penginapan kami
di daerah Laksanama Martadinata dengan berjalan kaki lagi! Yang ada di pikiran
kami hanya sampai di penginapan, check in kemudian gegoleran sesuka hati ah
pikiran semacam membuat langkah kami semakin cepat. Namun ekspektasi memang tak
selalu bahkan hampir tak pernah sesuai dengan realita, sampai di Mador, tempat
kami akan menginap, kami baru bisa check in sekitar pukul 12 siang karena
kondisi kamar yang belum memungkinkan, padahal waktu itu masih sektar jam 8
pagi ! pupus sudah harapan kami untuk gegoleran sesuka hati.
Drama belum usai sampai disini. Dasarnya memang travelling ala
backpacker yang kalau lihat sesuatu yang pertama kali dilihat adalah harganya
dan benar benar meminimalisir biaya jadilah kami mengalami sedikit diskusi yang
agak panjang terkait pemesanan kamar. Yang awalnya kami yakin dengan hanya
memesan 1 tempat tidur yang kami pikir bisalah untuk berdua, ternyata tak
diberbolehkan. Karena 1 bed hanya untuk satu orang dengan model tempat tidur
semacam cubicle. Setelah perhitungan ini itu dan bahkan sempat ingin mencari
tempat lain karena ingin segera tidur jadilah kami akhirnya menambah 1 unit
tempat tidur dengan harga per orang 90k. Namun tetap kami harus menunggu kamar
dibereskan di ruang tunggu yang lumayan nyaman sambil menunggu Mbak Efa dan Mbk
Dyah yang lebih dikenal dengan Mbak Rihana, teman kantor Dilla yang akan ke
Bromo bareng saya dan Dilla. Awalnya mereka akan cari penginapan lain namun
akhirnya kami bebarengan di Mador.
||make sure kalau booking penginapan udah clear
sebelum hari H ||
Oiya di ruang tunggu atau ruang tengah Mador ini dilengkapi dengan
Televisi, beberapa buku, sofa, bantal, bahkan monopoli. Saking ngantuknya saya
sempat tertidur di ruang tamu dan baru terjaga setelah dibangunkan untuk pindah
ke kamar yay kamarnya siap lebi cepat. Dengan masih setengah sadar saya gercep menuju
kamar dan segera bersiap untuk mandi karena dari semalam belum mandi, bisa
dibayangkan betapa gerahnya, tapi untungnya Malang tak sepanas di Semarang atau
Surabaya.
Jadi bentuk kamar kita macam kotak kotak yang bisa diisi 6 orang.
Ada 3 tingkat space di setiap bloknya. Space paling bawah adalah untuk menaruh
barang barang, kemudian 2 di atasnya untuk tidur. Di setiap space tempat tidur
ada lampu yang cukup sebagai penerangan masing masing space, kemudian stop
kontak, gantungan baju, bantal, guling, selimut, serta dilengkapi dengan
gorden. Jadi walaupun se ruangan dibuat bebarengan tetap bisa menjaga privasi
wehe. Awalnya saya rada pesimis, memangnya nyaman ya tidur di tempat tidur macam
oven gitu, nanti kalau gerah banget gimana dong, kalo gabisa napas duh macam
mana nih. Noo ternyata beneran nyaman. Dibuat istirahat aman banget dan nyenyak
karena suasananya tenang banget.
Untuk kamar mandi memang di Luar kamar dan dipakai barengan tapi
tetep dipisah dong ya antara perempuan dan laki-laki. Walaupun dipakai bersama
namun kondisinya bersih banget, ada 4 kamar mandi dengan shower air
panas-dingin dan 1 kamar mandi dengan closet di kamar mandi perempuan.
Kami mendapatkan fasilitas pantry yang bisa digunakan kapan saja
dengan bahan makanan yang sudah tersedia seperti roti, buah, dan bebrapa
minuman instan serta teh. Dari semua venue di Mador, pantry adalah favorit
saya, bukan karena ada makanan tapi karena seru gitu, sebenarnya disana disediakan
Postcard for free yang bisa dibawa pulang tapi apa boleh buat Postcard nya
habis huhu.
FYI karena Mador ini merupakan penginapan tujuan Turis asing yang
juga backpacker, maka tak heran jika ketika disana banyak sekali bule
berseliweran. Sebenernya pengin gitu ngobrol tapi lebih milih tidur duh mulai
lagi kan otak kadal Berjaya fiuh.
Oiya satu lagi ketika memasuki Mador, kami diharuskan melepas alas
kaki di luar dan menggantinya dengan sandal jepit yang telah disediakan untuk
membantu menjaga kebersihan.
Karena di Malang hanya untuk transit sebentar sebelum ke Bromo
jadilah kami hanya merencanakan untuk makan dan tidak pergi kemana mana.
Awalnya kami ingin ke Madame Wang yang terkenal dengan pernak perniknya yang
unyu menggemaskan. Tapi sekali lagi entah kenapa hari itu bertepatan dengan
hari Jumat dimana tempat itu tutup jam 4 sore, sementara kami baru bersiap-siap
untuk keluar untungnya Dilla cek jam buka dan tutup sebelum kami berangkat. Oke
belum jodoh kan ya berarti harus ganti destinasi, Bakso Presiden ! bakso lagi
biarin muehe.
Bakso presiden ini ternyata terletak di pinggir rel kereta api dan
berasa banget sensasinya ketika kereta melaju wush gojes gojes tepat disamping
kita menikmati kuah bakso beuhh. Yang berbeda dengan bakso lainnya yang pernah
saya makan adalah jenis bakso yang bermacam macam dan disajikan tanpa mie. Saya
pikir tanpa mie saya masih akan merasa lapar, ternyata posrsinya pas banget.
Usai menikmati bakso Presiden dan hari masih sore, sayang banget
jika harus pulang ke Mador. Lanjutlah kami menuju tempat jajan selanjutnya.
Pilihan tertuju pada kedai serabi samping masjid karena waktu itu pas banget
masuk Maghrib. Sampai sana malah bingung mau pesen apa karena mendadak jadi ga
kepingin makan lagi. Pesanlah kami 2 serabi, ya hanya dua dan itupun hanya
disentuh sedikit karena rasanya yang menurut kami aneh. Hmm pulang aja lah
pulang.
Sampai di Mador kami menuju kamar dan bertemu dengan roommate
lainnya yang ternyata juga orang Semarang, lah pas banget. namanya Mbak Empat,
iya ini ga typo kok beneran namanya Empat gitu hehe. Setelah berbincang kami
menuju tempat tidu masing masing lalu beristirahat sebelum melanjutkan
perjalanan tengah malam nanti.
PS : sebenarnya ada banyak sekali photoshoot yang terlewat, tapi
sudah tervideokan oleh Dilla,semoga videonya cepet release di channel mu
ya dils :D
Regards,
Lina Listyawati