MERDEKA DI SURABAYA
17 Agustus 2017 kami tiba di Stasiun Pasar Turi pukul 12.24 siang. Rencana sebelumnya destinasi tujuan saya dan Dilla di Surabaya adalah ke Tugu Pahlawan dan Museum Sampoerna dengan pertimbangan jaraknya cukup dekat dengan Stasiun. Namun setelah kami pikir lagi ada kendala dengan barang bawaan kami yang tak mungkin kami bawa berkeliling. Beberapa jam sebelum sampai di Surabaya ketika saya berkabar dengan teman saya, Hepta yang akan menemani kami selama di Surabaya, dia kemudian menawarkan kami untuk transit di kosnya yang memang sedikit agak lebih jauh dari rencana destinasi kami. Kos Hepta berada di Daerah sekitar ITS yang berjarak sekitar 30 menit dari Stasiun Pasar Turi dengan kendaraan.
Usai sholat dhuhur kami melanjutkan perjalanan ke ITS, dimana
saya dan Hepta akan bertemu. Kami memilih untuk naik go-car karena kata Hepta
di Surabaya jalur angkutan umum rada ribet selain itu sepertinya memang lebih
nyaman dengan go-car. Driver pertama yang mengantar kami di Surabaya tak begitu
banyak bicara, hanya sesekali saja, jadilah saya dan Dilla yang asik ngobrol absurd
sambil taking video selama perjalanan untuk vlog Dilla.
Kesan pertama di Surabaya adalah panas. Lebih panas dari
Semarang, jadi mungkin kalau ingin ke Surabaya bisalah menyesuaikan pakaian
dengan pakaian yang mudah menyerap keringat biar ga begitu gerah. Akhirnya hampir
30 menit berlalu, sampailah kami di masjid Manarul, ITS. Tak lama kemudian
Hepta datang dengan motornya. Karena motor hanya 1 jadilah kami gantian diboyong
ke kosnya Hepta. Sembari menunggu dijemput lagi saya menikmati teduhnya masjid
Manarul. Menurut saya masjid inilah yang paling bisa meneduhkan di tengah
panasnya Surabya. Hijau, teduh banyak suara burung pula, mungkin kalau saya
bawa tikar enak banget tiduran di bawah pohon gitu, maklum cupu anaknya
penginnya piknik di bawah pohom sambil tiduran baca buku minum jus alpukat
sambil dengerin depapepe sama si jodoh. Oke skip.
Beberapa saat kemudian Hepta datang dan meluncurlah kami ke
Kosnya. Sampai disana Dilla lagi koler koler bahagia menikmati kipas angin setelah
kepanasan. Sambil ngadem dan melepas rindu *ceilah maklum saya dan Hepta
terakhir ketemu tahun lalu ketika buka puasa bersama di SMP* kami merencanakan
destinasi yang akan kami kunjungi selama di Surabaya. Namun sebelumnya Hepta
menyarankan agar kami makan siang dulu sebelum menjelajah. Oiya kali ini Hepta
meminjami kami motor teman kosnya Alhamdulillaaah.
Dimanapun dan kapanpun, makanan yang rasanya ga pernah
mengecewakan atau pilihan paling aman adalah BAKSO haha. Kami di antar ke
sebuah foodcourt dengan bermacam pilihan menu, namun tetap dong setia sama
bakso. Saya memesan bakso dan Dilla Ramen Jamur sementara Hepta ternyata sedang
puasa, duh salah hari nih maafkan ya Hep haha *kemudian lanjut makan dengan
lahap*. Ternyata bakso yang saya pesan agak bereda dengan bakso yang biasa saya
makan. Kalau bakso biasanya menggunakan sayur sawi sebagai pelengkap, bakso di
Surabaya ini menggunakan daun selada sebagai pengganti sawi. Sama sama enak sih
apalagi jika memang sedang lapar hmm.
Selepas asar kami melanjutkan perjalanan ke Kenjeran Park
yang letaknya tak jauh dari ITS. Kalau boleh saya bilang, Kenjeran Park ini
semacam perpaduan Antara Wonderia-PRPP-Maerakaca-Dan Sampokong. Tempatnya luas
banget namun beberapa tempat masih terbengkalai dan kurang bersih, tapi ada
juga yang masih terawat dengan bagus.
Di gapura pintu masuk kami disambut dengan patung karakter
anak anak dan semacam lambang klenteng. Kami dikenai biaya masuk Rp.15.000 per
motor. Di dalam Ken Park ada istana semacam Disney versi Indonesia di area
waterboom, kemudian ada wahana wahana warna warni. Kami banyak melewati tanah
kosong yang sudah ditumbuhi semak semak di sepanjang jalan Ken Park sebelum akhirnya
sampailah kami di tempat yang dimaksud Hepta. Yaitu patung dua naga dengan bola
api, panjang amat yak. Jadi sebenarnya ini tempat semacam klenteng yang masih
digunakan untuk beribadah karena di halaman depan masih banyak sekali jamaah
dan bau dupa dimana mana. Sore itu banyak orang disana mungkin karena memang
libur panjang. Jadilah kami tidak bisa leluasa untuk berfoto tanpa background
lalu lalang banyak orang.
Kami berkeliling di sekitar patung naga dan melihat hamparan
lautan lumpur. Saya kira adalah laut yang surut karena musim kemarau, ternyata
memang itu adalah semacam lumpur. Dan ternyata jika dilihat dari dekat di tepi
lautan lumpur itu banyak sekali taburan bunga mawar. Mungkin semacam
persembahan gitu kali ya. Sementara di sebelah selatan patung dua naga terhampar
hutan bakau yang menurut saya serasi sekali dengan hamparan lumpur yang di
beberapa bagiannya terdapat kubangan air yang membentuk seperti jalan. Dan suasana
sore itu semakin merdu ketika mulai banyak burung bangau berterbangan di
sekitar lautan lumpur.
Setelah puas berfoto dan menikmati sore dari sisi timur,
yaitu patung dua naga yang sebenarnya akan lebih cantik lagi ketika dinikmati
pagi hari sembari menunggu sunrise, kami berpinda ke seberang klenteng patung
dua naga menuju semacam klenteng juga yang lebih mirip ke pagoda. Dimana ada patung
besar berwarna keemasan. Kalau dilihat lihat suasananya mirip di foto foto
Thailand. Di tempat ini juga masih digunakan untuk beribadah. Jika patung dua
naga adalah tempat yang tepat untuk menyaksikan sunrise maka pagoda ini adalah
tempat dimana sunset terlihat sangat menarik, karena memang dua tempat ini
saling berseberangan.
sumber : google.com |
Sebelum maghrib kami sudah meninggalkan Ken Park dan menuju
ke FoodFest daerah Pakuwon yang juga tidak jauh dari kompleks ITS. Kali ini
hanya saya dan Dilla yang plesir disini karena Hepta ada acara dengan temannya.
Jadilah kami membolang berdua. Disinilah kami bisa menyimpulkan bahwa Surabaya
adalah Surganya pecinta kuliner. Bahkan di dalam mall pun, hampir didominasi
oleh makanan. Mulai dari minuman yang beraneka macam dan packagenya lucu hingga
dessert dan makanan berat yang benar benar menggoda, tapi harus tetep rem dong
kembali lagi kami adalah backpacker dengan modal pas pasan. Di sana kami hanya
membeli minum untuk sekedar melepas dahaga.
Sekitar pukul 19.30 kami memutuskan untuk kembali ke kos dan
bersiap ke Stasiun untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. Berbekal
google maps, setelah kami agak berputar putar akhirnya sampailah di kos. Sambil
menunggu Hepta pulag kami mulai beberes barang barang bawaan dan mandi. Usai mandi
dan sholat isya sekitar pukul 21.30 kami akhirnya mennggalkan kos, big thanks
untuk Hepta yang sudah bersedia kami repotkan. Jangan kapok ya Hep hehe.
Jadwal kereta kami jam 00.21, masih ada beberapa jam sebelum
keberangkatan untuk mencicpi kuliner khas Surabaya. Dilla yang sebelumnya
pernah ke Surabaya menyarankan sate klopo yang ada di Jalan Ondomohen. Dari kos
menuju Ondomohen kami kembali naik go-car. Dan disinilah kami berbincang banyak
hal dengan drivernya. Mulai dari yang tetiba ngomongin politik sampai
pengalaman mendaki gunung lawu, karena ternyata si bapak driver ini adalah anak
pecinta alam semasa kuliah, sampai serunya pengalaman di bromo. Setengah jam
berlalu, tanpa terasa kami sudah berada di jalan Ondomohen.
Malam itu sepanjang jalan Ondomohen tak begitu ramai, banyak took
yang sudah tutup atau bahkan libur di hari itu. Sempat mengira kalau tempat
sate klopo juga tutup sebelum akhirnya kami menemukan kemelun asap dari bakaran
sate klopo yang khas.
Saya tidak pernah membayangkan bagaimana sate klopo itu, yang
ada hanya rada aneh klopo/kelapa kok disate duh. Karena penasaran dan lapar
tentunya jadilah semakin ga sabar untuk mencicipi. Malam itu saya memesan 1
porsi sate klopo ayam dan Dilla memesan sate klopo sapi. Jika dilihat dari banyaknya
pengunjung yang silih berganti berdatangan bisa disimpulkan kalau satenya enak.
Dengan suasana ruangan penuh asap kami menikmati sate yang masih hangat. Ternyata
sate klopo adalah sate daging yang dibalut dengan parutan kelapa (kalau saya ga
salah haha) yang memebuat rasa satenya menjadi begitu gurih. Oiya sate klopo
ini dinikmati tidak dengan menggunakan lontong melainkan memakai nasi dengan
tambahan parutan kelapa yang sudah di sangrai atau di srundeng. Sebenarnya ini
kali pertama saya makan sate dengan nasi karena sebenarnya lebih suka dengan
lontong, namun diluar dugaan justru sate klopo ini memang sangat pas jika
disandingkan dengan nasi.
Satu porsi sate ayam yang berisi kira kira 10 tusuk, ditambah
nasi dan segelas teh dibandrol seharga Rp 28.000. overall saya merekomendasikan
teman teman untuk mencobanya. Diluar tempat yang dipenuhi asap bebakaran
satenya, ini tempat oke lah.
Usai makan, kemudian kami menuju stasiun untuk cetak tiket
kereta. FYI, saya juga baru tau kalau sekarang tiket kereta api hanya bisa
dicetak di stasiun keberangkatan. Karena stasiun keberangkatan kami malam itu
adalah dari Pasar Turi jadi kami hanya bisa mencetak di Stasiun Pasar Turi.
Masih ada waktu sekitar satu setengah jam sebelum kereta
datang. Kami menunggu sambil beristirahat sejenak dengan dikerumuni nyamuk yang
entah kenapa banyak sekali dan kami lupa membawa lotion anti nyamuk. Jadi untuk
teman teman yang akan melakukan perjalanan dan sepertinya akan melewati masa
meunggu kereta tengah malam jangan lupa membawa lotion anti nyamuk agar waktu
tunggu kalian menjadi lebih nyaman.
Menikmati hari kemerdekaan di Kota Pahlawan meninggalkan kesan
tersendiri untuk saya. Disinilah saya melihat banyak kultur budaya dan agama saling
berdampingan. Tak peduli hidung macung atau mata sipit, kulit hitam atau putih.
Menurut saya Indonesia adalah ragam suku bangsanya, ragam budayanya, ragam
bahasanya , ragam cita rasa makanannya dan ramah tamahnya. Merasa memiliki Indonesia
berarti melindunginya dari berbagai gangguan, merasa memiliki adalah tidak
merusak namun merawat dan melestarikan. Karena yang memiliki adalah kita maka
yang berkewajiban melindungi adalah diri kita sendiri bukan dia atau mereka. Selamat
berjuang menuju kemerdekaan diri sendiri dan Indonesiayang nyata. Sampai jumpa di
cerita berikutnya !
Regards,
Lina Listyawati
0 komentar