Berlabuh di Prau

by - February 21, 2016

Sejak terakhir kali mendaki gunung Merbabu namun belum tuntas sampai puncak, akhirnya sekitar bulan November (oke ini late post banget lin :'D ) ada juga yang nawarin buat muncak lagi senangnyaa. Dan yang bikin dua kali lipat senangnya adalah tujuan kita kali ini di Gunung Prau, Dieng yang udah lama banget ngidam pengen kesana. Dulu jaman sekolah tiap pengen pergi bisa dibilang selo waktunya Cuma masalahnya di kantong aja yang ga ngedukung, giliran sekarang udah kerja, kantong cukup waktunya yang ga ada.


Awalnya agak ragu pas diajakin sama Pak Imam salah satu temen kerja tapi kita beda divisi. Walaupun setiap hari ketemu tapi belum akrab aja dan masih mikir-mikir gimana nanti kalo pas disana garing dan krik-krik, tapi jauh di dalam lubuk hati udah beneran banget pengennya. Apalagi pas tau kalo ceweknya Cuma dua termasuk aku kalo jadi ikut. Setelah beberapa hari terjebak dalam kebimbangan ikut atau enggak akhirnya H-1 baru bisa mutusin dan itupun udah lewat tengah hari. karena udah mepet banget Alhasil prepare pun seadanya, Cuma bawa barang barang yang berlabel penting banget. Jeket lengkap dengan kaos kaki, penutup kepala dan syal, satu baju ganti, senter, air minum, sama makanan pengganjal perut cukuplah Cuma bawa satu ransel kecil.

Team kali ini akhirnya yang fix ikut ada delapan orang 3 cewek Aku, mbak Anisa dan mbak Ratih. Aku dan mbak anisa satu divisi dan kita seruangan, mbak ratih dulunya juga kerja ditempat kita tapi sekarang udah resign dan kerja di tempat lain. 5 sisasnya cowok, Pak Hayat, Pak Gandhi, Pak Abdul, Pak Lutfi dan Pak Imam dari dua divisi yang beda, dari usia mungkin kita tak terlalu terpaut jauh, namun karena sedari awal masuk kerja panggilnya udah pake sapaan Pak jadi malah aneh kalo misalkan diganti pake sapaan lain .

Pas hari H, kita semua sepakat buat pulang jam 14.00 buat finish prepare. Mobil akan berangkat dari Pringapus, Ungaran karena memang semua udah siap stay disana, namun sesuai rencana saya akan menunggu di Ambarawa karena memang barang barang saya masih di rumah. Pukul 16.00 saya sudah sampai di tempat janjian. Pas itu cuaca agak mendung dan semacam bakal segera turun hujan. Jauh dari perkiraan , setelah hampir satu setengah jam nunggu di tepi ringroad dengan muka gemes dan rasanya pengen pulang aja tapi sayang udah nunggu segitu lama, akhirnya mereka datang dengan. Ternyata mereka nunggu Pak Abdul dulu yang harus pulang ke banyumanik, nah tau gitu kan bobok manis dulu di rumah *hadeeuh *


Bener juga tak berapa lama setelah mobil berangkat dari Ambarawa, hujan turun deres. Jelaslah bikin gelisah kalau nanti hujannya ga berenti berenti bakal ga nyaman banget buat naik. Tapi setidaknya suasana di dalam mobil ga segaring yang sebelumnya saya bayangkan,  ada lah sedikit guyon walaupun kadang saya gagal paham,

Setelah sholat maghrib di daerah Magelang, selanjutnya kita berburu makan. Karena tergoda mi ongklok makanan khas Dieng, akhirnya kami keliling kota buat cari mi Ongklok yang keliatannya enak, tapi sejauh itu kita nyari belum nemu juga yang keliatan meyakinkan sampai akhirnya ketemu mbak mbak cantik tapi setelah dia bicara dan logat Ngapaknya keluar, seketika berasa tingkat kecantikannya turun beberapa persen menurut kita. Mungkin karena kami asing dengan logat seperti itu kali ya jadi berasa aneh, tapi dengan begitu kita jadi harusnya bersyukur bahawa memang benar bangsa kita kaya akan bahasa loh, ceilah.

Tanpa pikir panjang lagi dan karena kami udah kelaparan, kami langsung mengikuti petunjuk dari mbak cantik berlogat Ngapak tadi untuk menemukan kudapan malam khas Dieng. Setelah kita jalan cukup jauh dan belum juga menemukan yang dimaksud karena mungkin juga sudah tutup karena memang sudah cukup larut, akhirnya kami berhenti di tempat makan yang cukup lengkap menunya. Beberapa orang dari kami beneran pesan mi Ongklok karena penasaran rasanya. Saya sebenarnya juga penasaran tapi ternyata bakso lebih menggoda saya haha. Tak lama kemudian pesanan datang dan tadaaaa kami semua akhirnya tahu bagaimana penampakan sang Mi Ongklok yang sedari tadi bikin kita penasaran. Karena mungkin bukan tempat makan khusus Mi Ongklok jadi rasanya ga se WOW yang dbayangkan. Jadi berasa ga beruntung ga jadi pesen Mi Ongklok *dalam hati ketawa penuh kemenangan*. Belum selesai kita makan, pemilik tempat makan udah nutup gerbangnya tokonya berasa kode keras biar kita cepet cepet nyelesein makan, padahal masih pengen istirahat sebenernya tapi yasudahlah, untungnya udah selesai Sholat juga.


Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan ke Basecamp pendakian di Desa Patak Banteng. Selesai parkir, pembagian barang bawaan dan registrasi, dengan semangat kam mulai menyusuri track pendakian. Pada awal perjalanan kami sudah disambut oleh puluhan anak tangga yang cukup menguras tenaga kami. Tak cukup anak tangga, trek selanjutnya nyaris semuanya berupa tanjakan dan bekas hujan sore tadi meninggalkan bekas licin di tanah jalur pendakian. Tapi dengan mengingat sebuah pepatah bahwa hal yang sulit akan berakhir dengan indah kami pun terus saling menyemangati dengan sisa sisa tenaga yang kami punya, sambil beberapa kali berhenti untuk rehat karena memang untuk beberapa orang dari kami, ini adalah pendakian pertama.

Sekitar 3-4 jam setelah melewati perjalanan yang sangat menguras tenaga, akhirnya kami sampai di Puncak dengan disambut ratusan tenda yang sudah berdiri disana. Benar saja begitu ramai di atas karena saat itu adalah hari libur, namun beruntung karena hujan tidak turun lagi.

Begitu sudah memilih dan mendapatkan kavling yang pas, segera kami mendirikan tenda karena udara dini hari yang mulai menjadi sangat dingin. Sempat beberapa kali gagal mendirikan tenda karena ternyata bentuk tendanya beda dan kami belum ada yang mencoba mendirikan sebelumnya, akhirnya mau tak mau semua turun tangan untuk membantu itung itung sambiil gerakin badan biar ga hipotermia gitu. Tak berapa lama tenda berdiri, dan kami semua istirahat sebentar di tenda masing masing. Biar bagaimanapun lelah dan ngantuk, tapi udara yang sangat dingin ini bikin susah tidur karena berkali kali harus ngubah posisi di dalam sleeping bag karena kedinginan.

Semakin beranjak pagi suasana di luar kian riuh. Ada yang mulai membuat api unggun, berbincang dan tak jarang banyak suara tawa menyenangkan, ada pula yang dengan riang memainkan alat musk dan bernyanyi bersama menyambut sunrise. Awalnya masih enggan keluar dari tenda karena di dalam sleeping bag lagi anget angetnya. Usai sholat subuh dengan tayamum, kami akhirnya bersiap menyambut sunrise. Sempat beberapa kali kami disuguhi kabut tebal yang menghalangi golden sunrise, namun akhirnya kami bisa mnikmati keluarbiasaahan sunrise gunung Prau. Taulah kalo udah begini tangan pada gatel pengen ngefoto dan difotoin. Benar benar penciptaan yang luar biasa yang harus banget kita jaga dan syukuri.









Selesai menikmati sunrise kami lalu kami menikmati sarapan seadanya namun kesanya tetep stimewa karena di santap di tempat yang tak biasa, ceilah. Sarapan selesai, saatnya berkemas dan mulai membereskan tenda untuk selanjutnya menyusuri perjalanan turun. Sempat ada beda pendapat saat memilih jalur turun. Lewat jalur naik kemarin atau jalur yang lain. Jujur saja rasanya saya tidak yakin bisa menyusuri trek naik kemarin karena jalanya sudah pasti bertambah licin akibat embun dan treknya curam, maka dari itu saya memilih trek yang lain karena penasaran juga. Keputusan terakhir jatuh pada trek lain, horay! Kata beberapa pendaki lain, trek yang ini cukup laindai walaupun agak jauh dan berbeda basecamp dadri start kita kemarin, tapi tak apalah toh sudah sampai sejauh ini jadi sayang kalo ga dicoba.

Benar saja, tak berapa lama kami jalan sudah tampak terhampar area padang sabana dan bukit Teletubies yang belakangan hits banget. merasa beruntung banget karena pada akhirnya lewat trek ini, jadi kami bisa jalan santai sambil cekrak cekrek setiap kali nemu spot bagus. Jalannya terjal dan pemandangan yang tak henti hentinya bikin kami terkagum kagum. Walaupun trek kali ini jauh lebih lama namun semua lelah terasa terbayar lunas. Sampai akhirnya kami tiba di Desa Dieng Kulon. Karena kemarin kami parkir di basecamp yang cukup jauh dari sini dan untuk kesana harus naik bus. 








Awalnya kami semua berencana naik bus untuk ke basecamp sebelumnya, tapi setelah dipikir pikir dan berunding bersama akhirnya hanya Pak Gandhi dan Pak Imam yang akan naik bus ke basecamp untuk mengambil mobil dan setelah itu baru menjemput kami.

Di perjalanan pulang hujan kembali turun. Namun suasana semakin hangat dan akrab tak seperti ketika berangkat. Gunung Prau seakan memberi begitu banyak cerita pada setiap pendakinya dan inilah yang membuat kami selalu rindu dibuatnya. Jagalah alam, dengan begitu alam akan menjaga kita , yato?

Best Regard,
Lina Listyawati

You May Also Like

0 komentar